Putri Penyelenggara Ilahi

Oleh : THERESIA RAPA SARUNGALLO | Pada : 02 Mei 2020 | Dilihat Sebanyak 175 Kali

            Sebuah kalimat harapan yang ditanamkan pasangan muda Emylia Basony dan Howard Monang dalam nama anak mereka Euginia. Ialah putri kedua mereka yang akan tumbuh dalam semangat pengabdian dengan kepercayaan bahwa segala yang terjadi atas dirinya adalah berkat Penyelenggaraan Ilahi Allah, sehingga ketika orang tuanya pun tidak ada ia tidak akan merasakan pengkhianatan, kekecewaan, ataupun merasa sendiri karena Allah selalu bersamanya, ujar sang ayah diselah-selah diskusi kami.

            Diskusi saya dengan pasangan muda yang menikah 21 November 2015 ini menceritakan banyak hal, khususnya bagaimana mereka menyambut kelahiran Euginia dalam kehidupan mereka.  Ketika ditanya apa yang kalian persiapkan dalam menghadapi persalinan, sang istri berkata saya fokus mempersiapkan mental dan fisik. Sang suamilah yang fokus mempersiapkan kebutuhan bayi, administrasi, keuangan dan tak lupa pula mental terutama untuk mendampingi sang istri dalam proses persalinan. Mereka juga memperhatikan mitos-mitos yang ada, salah satunya larangan untuk memotong rambut selama kehamilan. Jadi selama 9 bulan lebih mereka berdua tidak memotong rambut. Pasangan muda yang hidup terpisah karena tuntutan pekerjaan ini, membuat sang ibu juga harus bekerja ditengah-tengah masa kehamilannya. Ketika ditanya kenapa anda tidak mundur saja dari pekerjaan anda dan fokus membesarkan anak, ia berkata “Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi dan kapan waktu kita di dunia ini akan berhenti, saya hanya bisa berusaha  semaksimal mungkin agar kelak anak saya dapat bertahan hidup dalam ketidakpastian ini, dan bekerja merupakan bagian dari usah ini”. Sejenak saya dan teman tertegun  mengingat kedua orang tua kami, lalu melanjutkan cerita dari kedua pasangan ini. 

            Pada masa kehamilan 1-4 bulan, sang ibu mengeluhkan penurunan nafsu makan , mual dan muntah. Orang yang paling direpotkan dengan hal ini tentu saja sang suami, Howard berusaha membawakan semua makanan yang disukai istrinya, namun tetap ibu hamil tidak ingin makan. Sang suami menelpon semua sanak keluarga,teman, rekan kerja menanyakan apa yang harus ia buat karena khawatir sang anak dan istri akan kekurangan gizi dan takut apabila sang buah hati akan mengalami kecacatan.

            Lanjut usia 6-8 bulan keluhan saang ibu hamil bertambah, yakni susah tidur, sesak napas dan sakit punggung. Pikiran sang suami pun bertambah, apalagi menjelang kelahiran, hal yang sangat ia rasakan berubah adalah peruban emosi sang ibu, ia menceritakan bagaimana pada bulan-bulan ke -5 kehamilan, sang ibu sering menangis hanya karena hal kecil, ia menambahkan hanya karena ia lupa mematikan kran air, sang ibu menangis seharian, dan tidak mau bicara.  Sang istri juga akan marah di malam hari ketika suaminya mendengkur di dalam hari. Dalam menghadapi sang istri , Howard berkonsultasi dengan ayahnya, teman kantor dan membaca artikel internet. Ia pun menambahkan bahwa  dari semua hal, perubahan emosi sang istri lah yang sangat sulit dihadapi, namun ia belajar bahwa diam adalah emas, dalam menghadapi hal ini.

            Kemudian ketika ditanya hal apa yang kalian takutkan menghadapi persalinan, keduanya menjawab “Kematian”. Bagi mereka, momen persalinan bak perjudian, sulit menentukan akhirnya sebelum hal itu benar-benar berakhir. Mereka hanya bisa berdoa tiap malam dalam menghadapi hal ini. Mereka juga takut, sang ibu tiba-tiba melahirkan diluar waktu dan apabila  anak mereka cacat. Semua ketakutan ini  semakin mencekam ketika usia kehamilan mencapai 9 bulan 2 minggu namun tidak ada tanda-tanda kontraksi dari si ibu. Dokter pun menyarankan section caesarea, karena takut  nantinya sang anak meninggal dalam Rahim serta akan semua efek samping yang muncul, kedua pasangan ini akhirnya sepakat dengan saran dokter. Meskipun ini operasi kelahiran kedua sejak anak mereka yang pertama, semua ketakutan tetap menghantui mereka. Namun mereka memasrahkan semuanya pada Allah.

            Tanggal 24 Agustus 2019 , akhirnya segala ketakutan itu sirna, digantikan dengan tawa dan air mata haru meyambut kehadiran Euginia Mintang Rante Limbong.  Sang bayi lahir  sehat dengan berat badan  3100 gram, panjang badan 48 cm dan lingkar kepala 33 cm, begitu pula dengan ibu  yang  telah berjuang hidup di meja operasi, kini bebaring di tempat tidur  penuh air mata dan dalam kondisi sehat. Hari- hari yang menyenangkan itu tidak bertahan lama, mereka kembali dilanda kekhawatiran, kini ASI sang ibu tidak kunjung keluar. Tangisan Euginia berdengung sepanjang hari, mendengar hal itu membuat sang ibu semakin tertekan dan menyalahkan dirinya tak kala ASI-nya tak kunjung muncul. Siang malam ia menangis di hadapan suaminya, ia berkata bahwa ia telah mengecewakan anaknya dan tak pantas. Sang suami hanya bisa memberi semangat dan selalu menuntun sang istri mencoba berbagai cara yang ada. Dokter selalu datang untuk memeriksa keadaan ibu dan memberikan edukasi agar ibu harus berpikir bahwa ia bisa agar ASI-nya bisa keluar. Karena kondisi ini sang bayi akhirnya kuning dan harus diberi fototerapi beberapa hari dan mengonsumsi susu formula.

            Sejak saat itu Euginia, mengonsumsi ASI dan susu formula sebagai pelengkap. Mereka tidak berlarut-larut dalam kesedihan itu dan menerima semuanya sambal berusa karena kehidupan tetap berlanjut ujarnya. Tak lama berselang setelah Euginia pulih merek kembali ke rumah. Rumah permanen dengan luas 150 m2 itu,berlantai keramik menjadi tempat bagi Howard,Emylia dan kedua anak mereka bernaung. Rumah ini cukup rapi, bersih  dan rindang, lingkungan sekitar rumah pun bersih dan tetangga mereka juga ramah. Howard mulai tinggal dirumah ini sejak 17 November 2017, berhubung rumah ini adalah rumah orang tua Emylia, ia selalu menyisihkan uangnya untuk membeli sebuah rumah di kemudian hari bagi keluarga kecilnya. Kini hal yang mereka khawatirkan adalah apakah mereka mampu membesarkan dan mendidik kedua si buah hati, dengan pengalaman kehidupan yang minim. Mereka selalu berkonsultasi pada kedua orang tua mereka yang mereka anggap sukses dalam membesarkan anak. Perubahan pola pikir ini terjadi semenjak mereka dikaruniai  dengan anak pertama Ernesto Pardomuan Nanggala limbong. Kini mereka memusatkan segala langkah kehidupan pada anak mereka.

            Cuti telah habis, keduanya kembali bekerja demi kedua anak mereka, Howard pergi ke Jakarta karena pekerjaan dan Emylia harus menitipkan Ernesto dan Euginia di neneknya selama ia bekerja. Emylia selalu membawa pompa ASI dan meluangkan waktunya untuk itu, serta tak lupa mengonsumsi suplemen dan meminum susu kedelai yang di percaya dapat meningkatkan produksi ASI. Pertumbuhan Euginia  pun tidak terpengaruh karena kondisi ini, ia dan kakaknya tetap mendapatkan kasih sayang kedua orang tua, dan berkembang sesuai usia mereka.  Saat usia 1  bulan Euginia  sudah bisa mengisap ASI dengan baik, sesekali sambal menatap sang ibu dan mengeluarkan suara yang entah apa artinya. Usia  4-6 bulan ia mulai mengonsumsi makanan pendamping ASI,  yakni bubur bayi dimana nasi sayur dan ikan diblender lalu disaring sampai halus. Selain itu ia juga sudah mampu menegakkan kepalanya pada saat telungkup, meraih mainan dan mengikuti gerakan tangan sambil menggerakkan kepalanya. Dan  saat usia 6-8 bulan  ia mencoba duduk sendiri, memindahkan benda dari tangan yang satu ke tangan yang lain, makan kue tanpa dibantu dan tertawa berteriak saat melihat benda yang menarik. Demikian ujar sang ayah yang dengan semangatnya menceritakan perkembangan bayinya yang ia pantau lewat handphone dan kunjungannya  sesekali ke Makassar.

            Kini Euginia yang  berusia 8 bulan  5 hari dan  tinggal bersama kedua orang tuanya ditengah masa pandemi COVID-19 ini. Keluarga kecil ini menemukan kebahagiaan ditengah kegelisahan yang mencekam seluruh dunia, kini mereka dapat menunaikan tugas utama mereka sebagai orang tua dalam mengasuh, anak mereka. Mereka akhirnya bisa berkumpul bersama , berbagi suka dan duka, meluangkan waktu serta mengurusi kedua anak mereka dari pagi sampai malam. Hal yang tak pernah mereka jalani sebelum pandemi ini datang,  Mereka tak melupakan kesulitan yang dibawah oleh COVID-19 ini bagi semua orang, tetapi keluarga kecil ini percaya bahwa segala yang terjadi atas diri mereka adalah berkat Penyelenggaraan Ilahi Allah,ujar ayah Euginia menutup diskusi kami .

            Kunjungan  kami tanggal 26 April 2020  ini serta kunjungan sebelumnya memberikan nilai- nilai baru , yang awalnya hanya untuk melatih empati kami sebagai calon dokter, ternyata memberikan kami gambaran kecil bagaimana kehidupan yang akan kami jalani kedepannya dan yang paling utama bagaimana besarnya persiapan dan pengorbanan orang tua membesarkan seorang anak. Seperti yang dikatakan  ibu Euginia tidak ada yang pasti di dunia ini, demikian pula kami, entah kapan kami dapat berkunjung kembali? Apakah pandemi ini akan berakhir? Atau Bagaimanakah kehidupan kami nantinya?Hanya satu hal yang pasti, bahwa segala yang terjadi  merupakan  Penyelenggaraan Ilahi Allah.



Leave A Reply