DIA INGIN BERNAFAS

Oleh : NADYA EUNICE SUMOLANG | Pada : 29 November 2014 | Dilihat Sebanyak 440 Kali

            Sore itu, tepatnya tanggal 21 November 2014, saya berjalan menuju alamat rumah pembantu rumah tangga keluarga saya, Daeng Katti. Saya berniat untuk menemui Indah, anaknya, yang sedang mengandung dengan usia kehamilan tiga bulan. Saya ingin menemuinya karena sebuah program dari Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin untuk mendampingin seorang ibu hamil dari keluarga pra-sejahtera selama 1000 hari.

Rumahnya cukup dekat dengan rumahku. Daeng Katti tinggal di sebuah perumahan kumuh di Jalan Tanjung. Jujur, selama saya hidup di Makassar, saya tidak pernah tahu ada sebuah pemukiman kecil di daerah ini. Langkahku terhenti di depan sebuah kamar sewaan yang kira-kira memiliki luas 2 meter x 3 meter. Saya mengetuk pintu kayu yang lapuk itu, Daeng Katti pun keluar dan mempersilahkan saya masuk.

            “Maaf di’ nak tidak ada tempat dudukku kasian. Di luar maki saja di’?” katanya saat saya masuk ke dalam kamar itu. Sangat miris. Daeng Katti dan anaknya yang sedang hamil tinggal bersama dalam sebuah kamar sewaan yang kecil, kamar yang cukup pengap karena tidak memiliki ventilasi udara, kamar yang cukup gelap, kamar yang bercampur dengan dapur, kamar yang ia jadikan sebagai rumahnya. Sangat berbeda dengan rumah keluarga saya.

            Kami pun duduk di teras tetangganya, di atas sebuah bangku kayu yang sudah hampir rusak. Tak lama kemudian Indah juga keluar dan duduk bersama kami. Saya dan Indah pun berkenalan. Saya merasa sangat prihatin terhadap kondisinya. Ia masih berusia 19 tahun dan tidak bekerja. Badannya sangat kecil. Ia baru saja bercerai dengan suaminya karena kasus KDRT.

            “Waktu itu sakit kepalaku karna kelaparan. Belumpa makan seharian karena tidak ada makanan. Saya mengeluh di suamiku. Tapi suamiku Tarik rambutku dan pukulka terus. Padahal lagi hamilka. Bibirku sampai robek,” curhatnya kepadaku. “Sekarang bingungka, bagaimana ini mauku besarkan kandungan ku sendiri. Tidak bekerjaka. Saya hanya lulusan SMA. Mamaku ji bekerja tapi tidak bisa nanti biayai saya melahirkan”.

            Hatiku langsung tersentuh. Saya bersyukur saya masih merasakan hidup yang bahagia, saya masih bisa kuliah, saya masih bisa menikmati masa mudaku, tidak seperti Indah.

            “Sebenarnya, pernahma mau gugurkan kandunganku. Pernahmi mamaku tendang belakangku supaya keluarki tapi tidak bisa. Pernah mi juga jatuhka di tangga tapi tidak gugurki kandunganku. Pernah ma juga minum obat penggugur tapi tidak berhasil. Tidak mauki keluar kandunganku. Karena, tidak ada kodong biaya untuk melahirkan dan besarkan anakku nanti,” tuturnya dengan wajah yang sedih.

            Akhirnya, saya tahu apa tujuan sebenarnya saya berada disini. Bukan untuk mendapatkan nilai untuk mata kuliah saja, bukan untuk sekadar menjalankan kegiatan wajib dari kampus, namun di balik semua itu, Tuhan ingin saya melayani-Nya dengan membantu Indah. Tuhan ingin agar janin di dalam kandungan Indah bisa lahir dengan selamat. Anak di dalam kandungnya benar-benar ingin bernafas, dia ingin terlahir di dunia. Dia sangat kuat. Saya yakin, anak di dalam kandungannya pasti akan terlahir menjadi anak yang hebat, yang bisa membantu menaikkan derajat keluarganya. Tuhan sudah menyusunnya scenario yang sangat indah. Saya menjadi sangat semangat! Saya akan mengawal kehidupan anak ini hingga 1000 hari kedepan. Bahkan, kalau Tuhan mengizinkan saya akan mengawal kehidupannya hingga Ia menjadi anak yang berhasil. Amin. O:)

 



Leave A Reply