Pertemuan I: Edukasi Laktasi pada Pertemuan Pertama bagi Ibu Hamil sebagai Upaya Persiapan Menyusui Dini
Oleh : ANDIKA SURYA PATIMANG | Pada : 18 Desember 2025 | Dilihat Sebanyak 2 Kali
Pada tanggal 11 November 2025, saya bersama dua rekan satu tim melakukan kunjungan pertama pada semester 5 sebagai bagian dari kegiatan pendampingan dan edukasi kesehatan ibu dan anak. Kunjungan ini memiliki makna tersendiri karena sebelumnya saya telah terlibat dalam pendampingan ibu tersebut sejak masa kehamilan. Pada saat kunjungan kali ini, anak dari ibu yang bersangkutan telah berusia 11 bulan, sehingga fokus kegiatan tidak hanya pada evaluasi tumbuh kembang anak, tetapi juga pada edukasi lanjutan terkait laktasi dan pemberian ASI.Selama kunjungan berlangsung, kami membuka kegiatan dengan percakapan ringan dan pendekatan komunikatif agar ibu merasa nyaman dan terbuka dalam berbagi pengalamannya selama proses menyusui. Dari hasil diskusi awal, diketahui bahwa ibu telah berupaya memberikan ASI, namun juga mengombinasikannya dengan susu formula karena beberapa kendala yang dirasakan, seperti persepsi ASI kurang, kelelahan, serta kurangnya pemahaman mengenai teknik laktasi yang tepat. Kondisi ini menjadi dasar penting bagi kami untuk memberikan edukasi yang lebih mendalam dan disesuaikan dengan kebutuhan ibu.
Pada sesi edukasi, saya menjelaskan secara rinci mengenai konsep dasar laktasi, dimulai dari bagaimana proses produksi ASI bekerja berdasarkan prinsip supply and demand, di mana semakin sering payudara dikosongkan maka produksi ASI akan semakin optimal. Saya juga menjelaskan bahwa rasa ASI “tidak keluar” sering kali bukan karena produksi yang kurang, melainkan akibat teknik pelekatan (latch on) yang belum tepat atau frekuensi menyusui yang kurang optimal. Selanjutnya, saya memaparkan metode laktasi yang benar, termasuk posisi menyusui yang nyaman bagi ibu dan bayi, seperti posisi cradle hold, cross cradle, football hold, dan side lying. Setiap posisi dijelaskan manfaatnya serta kapan posisi tersebut lebih disarankan, misalnya untuk ibu yang mudah lelah atau bayi yang sulit melekat dengan baik. Saya juga menekankan tanda-tanda pelekatan yang benar, seperti mulut bayi terbuka lebar, dagu menempel pada payudara, dan tidak adanya rasa nyeri berlebihan pada ibu saat menyusui.
Selain itu, kami membahas mengenai manajemen ASI, termasuk cara memerah ASI secara manual maupun menggunakan pompa, penyimpanan ASI perah, serta cara pemberian ASI perah yang tepat agar tidak menyebabkan nipple confusion. Edukasi ini menjadi penting karena ibu mengungkapkan bahwa aktivitas sehari-hari sering membuatnya kesulitan menyusui secara langsung. Dalam sesi sharing, ibu secara terbuka menyampaikan bahwa ia menggunakan susu formula sebagai tambahan, terutama ketika merasa ASI tidak mencukupi atau saat bayi tampak masih rewel. Menanggapi hal tersebut, saya memberikan penjelasan dengan pendekatan tanpa menghakimi, bahwa penggunaan susu formula sering kali terjadi karena kurangnya informasi atau dukungan. Saya menjelaskan perbedaan antara ASI dan susu formula, khususnya dari segi kandungan antibodi, kemudahan pencernaan, serta manfaat jangka panjang bagi tumbuh kembang dan imunitas anak. Namun demikian, saya juga menekankan bahwa keputusan ibu tetap perlu dihargai, dan yang terpenting adalah memastikan kebutuhan nutrisi anak terpenuhi secara optimal.
Sebagai penutup, kami memberikan penguatan dan motivasi kepada ibu bahwa setiap usaha dalam menyusui adalah proses yang berharga. Kami juga mendorong ibu untuk tetap percaya diri, meningkatkan frekuensi menyusui atau memerah ASI, serta mencari dukungan dari keluarga dan tenaga kesehatan apabila menghadapi kendala. Kegiatan ini diakhiri dengan rangkuman singkat materi yang telah disampaikan serta ajakan untuk menerapkan kembali metode laktasi yang benar dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kegiatan ini, saya memperoleh pengalaman berharga dalam edukasi laktasi berbasis komunikasi empatik, serta memahami bahwa keberhasilan menyusui tidak hanya ditentukan oleh pengetahuan, tetapi juga oleh dukungan, pemahaman, dan kepercayaan diri ibu. Kunjungan ini menjadi bukti nyata pentingnya edukasi berkelanjutan sejak kehamilan hingga masa tumbuh kembang anak.
