1000 hari kehidupan. Wanita yang berhasil "move on" & sangat impresif. Karakter yang kooperatif dan sosok yang tangguh. A brief interview, exudes a sincere life lessons.
Oleh : BESSE DAHLIA RIZKY AULIA ABDULLAH | Pada : 31 Mei 2019 | Dilihat Sebanyak 198 Kali

Assalamu Alaikum Wr. Wb. Saya akan menjabarkan sedikit kronologi dalam rangkaian aktivitas interview dan kunjungan pertama 1000 hari kehidupan. Kami ditugaskan untuk mendampingi 1000 hari kehidupan dari kandungan Ibu hamil. Ibu hamil yang sy dampingi bersama tim kami adalah Ibu Berlian M. Noesa. Ibu berlian berusia 37 tahun. Bekerja Sebagai Karyawan Swasta. Memiliki suami yang bernama Pak Udin Mar dengan pekerjaan yang sama yaitu sebagai Karyawan Swasta juga. Saya menemukan sedikit kesulitan dan hambatan dalam menghubungi Ibu namun saya mengerti karena kegiatan Bumil yang cukup kompleks dengan tuntutan pekerjaannnya. Pukul 08.49 WITA 29 Mei Ibu mengkonfirmasi saya bahwa beliau sedang berada di Puskesmas namun saya tidak bisa datang karena ada rundown yang bertabrakan. Tepat pukul 11.00 saya mengkonfirmasi ulang Ibu bahwa saya ingin mengunjungi rumahnya, namun berhubung Whats App Ibu Berlian tdk aktif lalu sy bertekad ke Puskesmas Kassi-Kassi (saya pikir antri biasanya) namun tidak menemukan titik terang saya ke rumah Ibu Berlian langsung.
Ternyata, saya datang disaat yang sangat tepat. Karena Ibu berlian juga harus bersiap-siap untuk berangkat ke tempat kerja. Saat itu Ibu masih menggunakan pakaian rumah (daster) dan menyambut saya dengan friendly. Ibu meluangkan waktu untuk "a brief interview" dengan saya. Interview berlangsung dengan lancar. Ibu dapat merespon tiap pertanyaan dengan tepat dan cukup komunikatif.
Namun, ada satu statement yang membuat saya tersentuh dan terenyuh, saat mengetahui anak pertama dari Ibu berlian ternyata Lahir dengan kondisi kurang bulan dan bayinya meninggal dalam jangka 9 bulan setelah lahir. Yang membuat saya kagum sekaligus terkesima adalah Ibu Berlian menceritakan itu dengan ekspresif tidak dengan nada trembling, intonasi bicara mendadak menjadi rendah (yang menunjukkan kesedihan mendalam). dan mata memandang kebawah.. Ibu Berlian menguraikan momen kejadian itu dengan sangat "fine" seperti tidak ada kesedihan lagi. Ibu Berlian bisa "move on" dan ikhlas. Itu poin yang sangat impresif.